MAY 08, 2018@22:00 WIB | 3,036 Views
Pernah tidak terbayangkan kapan negara ini bisa seperti Singapura, yang memiliki sedikit volume kendaraan? Di Jakarta saja, untuk yang bepergian ke kantor wajib mengetahui waktu kendaraan kapan sepi. Karena jika lewat satu menit saja, bisa-bisa yang akan beraktivitas akan terjebak kemacetan, ditambah polusi suara, asap, dan emosi yang terkadang memuncak jika pengendara lain ngotot tidak mau mengalah.
(Sedikitnya jumlah kendaraan pribadi di Singapura membuat polusi sedikit berkurang di negara ini)
Banyaknya kendaraan di negara ini karena mudahnya setiap orang memiliki kendaraan. Di beberapa diler saja, jangankan Jakarta, di daerah pun mobil jenis sedan bisa dibawa pulang hanya dengan membayar down payment sebesar Rp 1 juta saja. Sangat murah bukan?
Dengan harga murah seperti itu, jangan tanyakan lagi, mengapa kendaraan roda empat begitu banyak berseliweran di jalanan. Belum lagi kendaraan yang ada sejak dari “orde baru” yang tidak memakai standar emisi, karena sekalinya “ngegas”, bagaikan dinas kesehatan yang sedang melakukan fogging. Asapnya ngebul.
(Karena di Singapura, harga mobil di sini bisa dua kali lipat lebih bahkan tiga kali lipat dari harga mobil di Indonesia)
Di Singapura sendiri, yang notabenenya sudah menjadi negara maju, sudah menerapkan banyak peraturan tegas mengenai pembatasan kendaraan. Di negara yang hanya seluas lebih kurang 700m2, walaupun bisa dibilang pembatasan tersebut tidak secara langsung, tetapi masyarakatnya juga mau mematuhi aturan yang berlaku.
(Hanya 10 tahun saja, lewat dari itu mobil-mobil yang sudah "uzur" wajib dihancurkan)
Untuk harga mobil saja, Toyota C-HR yang baru diluncurkan seharga 490 jutaan di Indonesia. Namun, di Singapura sendiri harganya bisa mencapai SGD 126.988, atau sekitar Rp 1,3 miliar. Selain itu, Toyota Sienta tipe tertinggi di Indonesia hanya seharga Rp 299 juta, namun di Singapura, untuk tipe terendah dari Toyota Sienta mencapai Rp 955 juta. Hal tersebut dilakukan oleh Pemerintah Singapura untuk membatasi jumlah kendaraan pribadi, yang ditakutkan akan membuat “Kota Singa” tersebut akan lebih sumpek dan padat. Bayangkan, negara sekecil itu akan tertutupi oleh kendaraan, kemana-mana akan menjadi macet.
(Untungnya, transportasi massal juga sudah tersedia di negara ini, lengkap)
Selain itu, usia kendaraan akan dibatasi maksimal 10 tahun saja. Setelah itu, kendaraan akan dihancurkan dengan mewajibkan pemiliknya membayar sejumlah biaya, sebagai biaya untuk menghancurkan kendaraan tersebut.
Namun, sebaliknya Pemerintah Singapura gencar mengadakan transportasi umum di negara tersebut, agar masyarakatnya tidak perlu membeli mobil, dan selalu menggunakan transportasi umum kemana pun.[prm/timBX]