MAY 22, 2019@18:21 WIB | 2,758 Views
Jalan panjang menuju Tomohon terbayar sudah. Kami menempuh perjalanan darat sejauh 30 km dari kota Manado ke arah selatan, melewati jalur Tinoor, jalan utama hilir-mudiknya kendaraan dari Tomohon ke Manado begitu pula sebaliknya. Demi mengejar pagi di danau Linow, kami rela menantang kemacetan di jalur itu, yang memang selalu padat kendaraan pada pagi dan sore hari. Jalan panjang menuju kota kecil ini seolah menjadi jalan panjang menuju kebahagiaan. Bagaimana tidak, memasuki kota Tomohon rasa sejuk langsung terasa. Lanskap hijau bukit dan gunung menyegarkan mata, ditambah dengan warna-warni bunga di sepanjang jalan seolah langsung melunasi upaya kami menantang kemacetan di jalur Tinoor.
Kami memilih danau Linow sebagai tempat untuk dikunjungi hari itu. Sengaja kami ke sana pada pagi hari saat weekday, agar kami benar-benar bisa meresapi keindahan danau tiga warna itu tanpa merasa terganggu oleh keramaian pengunjung yang biasanya datang pada akhir pekan.
Memasuki gerbang masuk area danau, kami membayar tiket masuk sebesar Rp 25.000 per orang. Di tepi danau, ada café untuk duduk menikmati makanan sekaligus keindahan danau Linow. Ternyata tiket masuk tadi dapat ditukar dengan secangkir kopi atau teh hangat. Disediakan juga krimer, jika kita hendak menikmati teh atau kopi berkrimer. Setelah mendapatkan secangkir minuman hangat, kami lalu memesan pisang goreng goroho, pisang khas Sulawesi utara, ditemani dengan dabu-dabu roa (sambal ikan kering). Mencicipi pisang goreng bersama sambal adalah salah satu kebiasaan unik orang Sulawesi Utara. Selain pisang goreng gohoro, tersedia juga menu khas lain, seperti tinutuan (bubur Manado) dan mie Cakalang.
Berhubung masih pagi, café masih sepi, kami pun bebas memilih tempat untuk diduduki. Kami memilih tempat duduk yang sangat dekat dengan danau. Di depan tempat duduk kami, terlihat gradasi warna danau yang menambah keindahan pemandangan di sekitar danau. Air danau seolah memiliki tiga warna, yakni biru, hijau dan kuning tua. Tak jauh dari danau ada deretan bunga kamboja kuning (lemon) yang seolah kontras dengan pemandangan sekitar danau yang berwarna hijau tua. Pemandangan hijau tua itu berasal dari dua gunung yang mengapit danau Linow, yakni gunung Lokon dan gunung Mahawu. Burung-burung belibis yang terbang rendah di tepian danau, membuat kami merasa menjadi bagian dari sebuah lukisan alam seorang pelukis.
Setelah menghabiskan secangkir teh hangat, kami berjalan di setapak jalan di tepi danau yang ditumbuhi bunga-bunga kamboja. Menjelang siang, kami bersiap pulang. Dalam perjalanan menuju tempat parkir, kami berpapasan dengan rombongan wisatawan yang baru saja turun dari bus. Mereka berwajah oriental dan berbicara dalam bahasa asing, jika kami tidak keliru, itu adalah bahasa Mandarin atau mungkin bahasa Kanton. Ternyata bukan kami saja yang ingin menikmati secangkir kehangatan Linow, bahkan wisatawan mancanegara pun ingin turut menikmatinya.[Hsn/timBX]