MENU
icon label
image label
blacklogo

Tekno Tuner X Tomo Speed Shop : Fenomena Drag Bike Liaran Mengantarkan Jawara di Ajang Resmi

JAN 14, 2025@18:00 WIB | 1,021 Views

Drag bike menjadi trend adu kencang motor oprekan, dalam kejuaraan resmi seperti di lintasan 201m, 402m dan 500m. Sementara drag bike liaran, tetap menjadi idola baik tim yang sudah punya nama, dan tim baru yang sedang menambah pengalaman di lintasan lurus.

Drag bike di liaran di Jakarta boleh dibilang terpaku pada lintasan lurus sirkuit Sentul. Dan hanya dibuka 2 hari saja yakni hari Senin dan Selasa. Hal itu saja cukup bikin tim harus bertarung dengan waktu untuk mempersiapkan motor drag meski hanya dalam latihan, atau bahkan tanding antar workshop. 

Minimnya lintasan lurus yang proper khusus liaran menjadi salah satu penghambat pertumbuhan tim. Selain budget riset motor yang tidak sedikit, biaya latihan juga menguras kocek, lantaran sirkuit yang minim.

Untuk membahas keseruan itu, podcast otomotif Blackxperience.com, "Black Talks" menghadirkan sosok Utomo dari Tomo Speed Shop dan Hans dari Tekno Tuner HS.

"Drag Bike liaran lebih enak dan fleksible. Tapi karena kebiasaan ngeblok jalan umum, jadi ga baik. Jadi kami juga tetap bermain balap resmi, dan sesekali tetap memainkan drag bike liaran, namun tetap di lintasan bukan jalan raya," terang bro Hans Punggawa dan owner dari Tekno Tuner HS.

Sedangkan bro Tomo melihat pressure balap liar dan balap resmi punya tingkat pressure yang sama. "Kebanyakan tim yang main di balap resmi, berasal dari tim yang biasa main liaran. Satu step yang lebih dewasa, mereka akhirnya turun di kelas resmi," jelasnya.

Balap resmi selevel IDW (Indonesia Drag Wars) dalam 1 tahun memainkan 5 seri, begitu juga dengan IDC (Indonesia Drag Bike Champhionship) 5 seri dan juga Black Drag Bike yang berlangsung 3 seri.

Keduanya sepakat, keberhasilan suatu tim, diukur dengan konsistensi terhadap hasil balap. "Konsisten podium lebih enak, berarti harus 5 besar. Karena penghitungan kemenangan bergantung dari poin yang didapatkan setiap serinya," cetus bro Tomo.

Pengalaman bermain drag bike di liaran, kebutuhan untuk scruitineering unit motor bergantung perjanjian di awal antara tim yang bertanding. "Misalkan dari awal sepakat untuk bermain di Standar porting, ya harus dipenuhi sebagai gentleman agreemen kedua pihak," ungkap bro Hans.

Sementara, Drag bike di kelas liaran, penentuan spesifikasi sebenarnya di ranah abu-abu. "Ada pihak yang main spek tidak sesuai, diranah yang lawannya tidak mengetahui. Berbeda di balap resmi, seluruh part harus mengikuti regulasi yang tertulis, dan mereka melibatkan judge spesialis scruitineering," tambahnya.

Perbedaan Engine di Kelas 201m dan 402m

Secara pengalaman, membangun motor untuk kelas 201m dan 402m tidak jauh beda, kecuali di rasio dan ukuran gir untuk kelas sunmori. Sementara di kelas 59 Open, dan FFA tetap menggunakan rasio dan gir yang sama. Namun kenyataannya, bro Tomo menegaskan mesin yang dibangun untuk 402 dan 201 adalah unit mesin yang berbeda.

Bangun Motor Kelas 4T dan 2T Punya Tantangan Tersendiri

Berdasarkan pengalaman handcraft membangun motor 2T untuk kompetisi bagi bro Hans, ternyata lebih sulit saat porting dan polish. Sedangkan mesin 4T lebih dibutuhkan part-part CNC yang sudah punya hitungan.

"Di motor 2 Tak lebih sulit, karena harus menghitung kompresi bawah, kompresi atas. Sementara 4T juga sulit karena injeksi, ECU dan sebagainya," tutur Hans.

Di motor 4 Tak, ada durasi camshaft yang dimainkan, seperti baut rocker arm. "Salah ulir terlalu kencang, juga bikin motor lemot dan timing waktunya berubah saat riset. Urusan bearing juga dibuat ringan, dalam kinerja saat kompresi tinggi," tambahnya.

Dominasi Dragster Jawa Lebih Cepat Timingnya itu Tidak Sepenuhnya Benar

Bro Tomo mengakui, joki atau dragster di Jawa Tengah dan Timur cukup unggul di kelas 201m. Didukung dengan event yang membludak dan setiap tahun berulang. Sementara dragster dari Jakarta terlahir dari kelas liaran, yang rata-rata 500 meter. 

Imbasnya,tim Jakarta kesusahan bangun motor 201m turunan industri untuk bangun motor 201m malah butuh proses yang panjang. Sebaliknya, bangun motor 402 untuk tim Jakarta cukup mudah, karena sering ikut liaran.

"Tim-tim dengan sering 201m memang banyak di Jawa. Sementara 402m eventnya mulai digalakkan, tim seperti Tekno Tuner cukup memimpin, karena motornya mampu lari dari putaran bawah hingga atas. Sebaliknya tim 402m dari Jawa Timur dan Tengah masih belum punya timing yang mendekati tim drag Jakarta," tambah bro Tomo. Menurutnya motor dari Tekno Tuner punya grafik dyno yang bagus saat putaran atas. 

Joki-joki Thailand Jadi Kuncian Training Bareng

Pertama kali sebelum dragster Thailand main secara resmi di Indonesia, ada event 'Mendadak Drag' yang digagas oleh bro Ergusoe. Mereka diajak bertanding di Lanud Gading Wonosari.

"Dragster Thailand kelebihannya lebih paham mesin. Karakter dragster Indonesia punya kebiasaan start yang lama, harus burnout dulu, fake start. Kebalikannya, dragster Thailand paling bisa start dengan cepat dan perfect," terang Hans.

Ritual joki Indonesia lebih banyak saat di waiting zone. Mulai dari menenangkan (count down) diri meski mesin sudah hidup, burn out untuk mendapatkan grip, hingga miring kanan dan kiri untuk pelumasan engine merata. Plus minimnya latihan karena sirkuit yang minim dan proper.

Kebalikan joki Thailand sudah meninggalkan ritual count down, karena mereka setiap hari melahap aspal untuk riset motornya. [Ahs/timBX] 
 

Tags :

#
podcast drag bike,
#
black talks,
#
tomo speed shop,
#
hans tekno tuners hs

RELATED ARTICLE

X