AUG 21, 2019@11:00 WIB | 1,057 Views
Kalangan peneliti maupun pengambil kebijakan yang terlibat dalam melakukan kegiatan inovasi perlu memiliki pemahaman mengenai paten. Hal tersebut beralasan, karena paten terkait dengan hak cipta.
“Melalui paten, kita mengetahui celah-celah mana yang harus kita miliki dan melakukan proses inovasi pembelajaran lebih lanjut untuk menyempurnakan apa yang telah dilakukan orang lain. Jadi,terhindar dari masalah gugatan hukum, serta tidak terjadi tumpang-tindih,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan lndustri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara.
Dalam etimologinya, paten adalah hak eksklusif inventor atas invensi di bidang teknologi dalam kurun waktu tertentu untuk melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan invensinya. Sementara itu, hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan lndustri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara)
Terkait hal tersebut, Kemenperin sedang mendorong pemanfataan Patent Mapping bagi para pelaku industri manufaktur di Indonesia. Patent Mapping merupakan suatu metode untuk melakukan identifikasi dan pemetaan teknologi yang sedang berkembang melalui pengolahan dan pemanfaatan database paten di seluruh negara anggota World Intellectual Property Organization (WIPO).
“Hasil dari Patent Mapping dimaksudkan untuk dapat dijadikan acuan rekomendasi kebijakan dalam penyusunan strategi yang tepat,” tuturnya.
Ngakan menyebutkan, salah satu pemanfaatan Patent Mapping tools ini, misalnya untuk melakukan identifikasi dan pemetaan perkembangan teknologi daur ulang baterai di berbagai negara. Dalam hal ini, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung, salah satu unit kerja di bawah BPPI, sedang melakukan penelitian terkait daur ulang limbah baterai ion lithium.
“Jadi, nanti hasilnya diharapkan sebagai salah satu solusi dalam mengatasi potensi permasalahan lingkungan atas baterai kendaraan listrik di masa depan,” ungkapnya.
Ngakan menjelaskan, bahwa dalam pengembangan kendaraan listrik, 60% kuncinya ada pada baterai dan bahan untuk membuat baterai.
“Dalam perkembangannya ke depan, perlu dipertimbangkan bagaimana tata kelola penggunaan baterai dari kendaraan listrik, agar nantinya tidak menimbulkan permasalahan terhadap lingkungan,” tuturnya.
Apalagi, lanjut Kepala BPPI, pemerintah telah menerbitkan regulasi untuk menstimulus percepatan pengembangan produksi kendaraan listrik di dalam negeri. Ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
“Oleh karena itu, BPPI sebagai unit kerja di lingkungan Kemenperin yang bertanggung jawab menjalankan program pembentukan ekosistem inovasi, terus fokus mendorong terciptanya ekosistem inovasi dengan melibatkan partisipasi dari seluruh stakeholder,” paparnya.[prm/timBX]